Selasa, 05 Oktober 2010

POLITIK DALAM NEGERI MASA REVOLUSI INDONESIA

Oleh : elin Liani
Selasa, 5 Oktober 2010



Politik Dalam Negeri dari Masa Revolusi
Hingga Aksi Belanda Yang Pertama


• Kelahiran Republik yang Masih Muda
Layaknya negara-negara yang baru merdeka, suasana politik dalam negeri masih hangat. Mungkin tidak akan sama halnya dengan kelahiran negara yang kemerdekaannya diberikan oleh bangsa lain. Bahkan dalam beberapa negara persemakmuran dengan kemerdekaan yang diberikan, mereka nampak belum mandiri dan seolah tak ingin dan tak siap lepas dari pengaruh mereka.
Nampak berbeda dengan negara kita Indonesia. Dewasa ini, pertentangan tentang benarkah dua tokoh Revolusioner kita bukanlah sebagai pembawa proklamasi yang dicapai sekarang ini? Karena mereka justru menginginkan proklamasi dari pemberian Jepang? Dan pemuda-pemuda Indonesia saat itulah yang membawa perubahan revolusioner tersebut. Namun, tentu saja kita tidak dapat berfikir 100 % seperti itu, pasti ada pertimbangan lain menurut “golongan tua ” saat itu.
Kembali kepada pembicaraan awal yaitu mengenai isu politik dalam negeri yang turut menghangat seiring kelahiran dan pembentukan sistem dan struktur negara yang masih baru. Jika ditilik, politik pasca revolusi negara kita banyak mengalami konflik intern. Dahulu, musuh bersama adalah kita semua sepakat melawan penjajah. Di zaman pergerakan nasional, bagaimanapun berbedanya aliran-aliran dalam perkumpulan-perkumpulan atau organisasi-organisasi pemuda, partai-partai dan sebagainya tetap bisa meredam keegoan dengan satu tujuan yaitu mencapai kemerdekaan. Namun, pasca kemerdekaan justru musuh itu bisa dari kalangan bangsa sendiri. Konflik telah berubah menjadi konflik kepentingan.
Dibalik konflik intern dan labilnya kepemimpinan, tetaplah kekuatan eksekutif tak kan seimbang jika berdiri sendiri. Republik harus mempunyai kekuatan legislatif. Akhirnya dibentuklah Lembaga negara yang berfungsi sebagai badan legislatif yang dibentuk dengan nama KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) pada 22 Agustus 1945. Awalnya lembaga ini hanya sebagai lembaga penasehat saja, namun akhirnya bisa berubah dengan beberapa pertimbangan. Untuk mewadahi aspirasi politik di tingkat daerah dibentuklah KNI yang mencirikan masayarakat setempat (lokal), sedangkan Badan Pekerdja sebagai jembatan pengawasan anatara pusat dan daerah tersebut.
Setelah beberapa upaya membentuk sebuah negara mandiri, politik dalam negeri masih menghangat dengan konflik intern antar pendukung pro pemerintahan Soekarno-Hatta dan yang kontra. Tan Malaka yang disebut-sebut disini melakukan penentangan dan penolakan terhadap kepemimpinan Soekarno dan Hatta. Ia digambarkan melegalkan berbagai cara dengan maksud untuk meunumbangkan kekuasaan politik Soekarno dan Hatta dan berambisi menggantikan mereka dengan kepemimpinannya. Bahkan Mc Kahin menulis Tan Malaka pernah memalsukan tanda tangan Preseiden Soekarno untuk melegalkan propagandanya keliling Jawa dengan memproklamirkan dirinya sebagai pengganti Soekaro nantinya. Lain halnya, jika kita bandingkan dengan referensi lain yang pro dengan perjuangan Tan Malaka. Bahwa masih terdapat kesimpangsiuran tentang testamen palsu tersebut. Kecurigaan lain adalah testamen tersebut dibuat oleh kelompok pemuda pendukung kepemimpinan Tan Malaka sehingga merugikan Tan Malaka sendiri, seperti dinyatakan dalam Negara dan Revolusi Sosial dengan penulis Fahsin M. Fa’al.
Di era inilah, sistem multi-partai mulai diberlakukan. Tak lain untuk mewadahi banyaknya aspirasi politik yang heterogen. PNI saat itu muncul kembali sebagai kekuatan partai yang kuat yang mampu mengambil simpati berbagai golongan seperti golongan profesional Republik, pegawai negeri, petani tradisional dan lain-lain. Apalagi PNI mempunyai icon utama yaitu Soekarno, yang sejak dahulu mampu mengambil simpati rakyat dengan kharismanya. Sedangkan Partai Sosialis, Masjumi dan PKI tentu saja mewakili aliran dan ideologi masing-masing. Namun, akhirnya hal ini menjadi semacam “rebutan” partai politik dalam mengambil simpati dan suara rakyat.
Disamping itu, berbagai partai politik mempunyai semacam “tenaga militer” yang siap mendukung mereka dengan membantu kekuatan politik partai-partai tersebut. Diantaranya adalah organisasi militer tidak tetap yang semi otonom dan kuat, seperti Pesindo yang membantu Partai Sosialis, Hizbullah yang mendukung Masjumi dan juga ada Barisan Benteng, BPRI dan KRIS yang senantiasa siap menghadapi musuh bersama, Belanda. Disamping itu, terdapat berbagai gaya yang berbeda dalam manajemen dan pergerakannya.

• Pergolakan dalam Mencapai Revolusi
Berawal dari beredarnya buklet yang bertemakan Perdjuangan Kita yang dibuat oleh Sjahrir memberikan pengaruh yang besar dalam pemikiran politik Indonesia, terutama sekali dalam pemikiran para buruh yang pernah ikut dalam gerakan bawah tanah dan pemuda yang berpendidikan. Buklet tersebut menyerukan kepada para pemuda untuk bertindak dengan penuh tanggungjawab, berjuang dengan segenap jiwa revolusionernya, terutama menghindari kekerasan anti-asing dan anti-indo, dan mengerahkan kekuatan mereka ke arah pembentukan suatu pemerintahan yang demokratis, non-fasis dan non-feodalistis. Pernyataan Sjahrir dalam buklet tersebut seolah-olah ingin menunjukkan bahwa dia akan membawa bangsa Indonesia ini kepada pemerintahan yang lebih demokratis, serta secara tersirat mengatakan bahwa pemerintahan yang dipegang oleh Soekarno dan Hatta masih memiliki pewarisan nilai atau unsur dari penjajah yaitu sifat foedalistis. Sedangkan kata dari non-fasis itu menunjuk kepada arah pemikiran bentuk pemerintahan yang dinginkan oleh Tan Malaka. Dalam buklet tersebut seolah-olah Sjahrir ingin mengatakan bahawa dirinyalah yang pantas memimpin revolusi Indonesia pada saat itu.
Selain itu juga Sjahrir mengatakan bahwa orang Indonesia itu harus membedakan aspek bagian luar dari revolusi mereka, nasionalisme, dan aspek sosial yang merupakan bagian dalam. Menurut Sjahrir akan ada suatu bahaya besar jika dalam memusatkan aspek nasionalistis revolusi itu berdasarkan demokrasi, aspek sosial bagian dalam itu akan dilupakan. Adanya pewarisan feodal yang masih berakar kuat di Indonesia, penyerapan nasionalistis untuk menghilangkan aspek demokrasi internal akan menggiring ke arah fasisme adalah feodalisme dan supernasionalisme.
Aksi pembersihan yang dilakukan oleh Sjahrir ini disebabkan oleh kecurigaanya bahwa sekutu akan melakukan perundingan dan akhirnya mengakui suatu pemerintahn Indonesia jika bersih dari kolaborator Jepang. Maka dari itu Sjahrir gencar melakukan provokasi untuk membangun pemerintahan yang bersih dari orang-orang yang dulu pernah menjadi budak atau menjalin hubungan dengan Jepang untuk kepentinganya sendiri, Sjahrir menyebut mereka sebagai pengkhianat. Tapi sebenarnya yang ditakutkan oleh Sjahrir adalah terbentuknya pemerintahan yang bersifat fasis mengingat bahwa sebagian besar anggota kabinet dan yang tersebar luas dalam kantor pemerintahan Republik Indonesia pada waktu itu merupakan para kerabat Subardjo yang pernah melakukan kolabolator dengan Jepang yang memiliki pandangan fasis.
Adanya provokasi yang dilakukan oleh Sjahrir mengenai isu kolaborator ini juga secara tidak langsung memberikan interpretasi di sebagian mata rakyat Indonesia bahwa Soekarno dan Hatta juga adalah kolaborator. Hal ini tentu semakin memperlemah posisi Soekarno dan Hatta mengingat sebelumnya Tan Malaka juga mengeluarkan isu bahwa Soekarno dan Hatta berada dibawah kekuasaan Inggris dan jajahan Belanda di Jakarta.
Berbagai langkah pun mulai diambil oleh Tan Malaka untuk semakin memperlemah posisi Soekarno dan Hatta. Salah satunya adalah dengan memisahkan mereka berdua, hal ini dilakukan oleh Soekarni dimana pada tanggal 31 Oktober dia mendatangi Hatta dan mengatakan serta mengusulkan bahwa Tan Malaka-lah yang pantas mendampinginya dalam memimpin revolusi di Indonesia, namun usahanya ini gagal. Hatta menolak dengan kerasa usulan dari Soekarni ini. Sementara itu dampak dari provokasi yang dilakukan oleh Sjahrir mulai terlihat, dukungan besar terhadap Sjahrir banyak bersal dari unsur revolusioner yang paling dinamis yaitu para pemuda dan mahasiswa. Hal ini memunculkan suatu ide atau gagasan dari Tan Malaka yaitu untuk melakukan sebuah kerjasama, namun Sjahrir pun menolak hali ini. Penolakan ini dikarenakan akan adanya ketidakcocokan diantara Sjahrir dan Tan Malaka mengenai jalannya revolusi. Tan Malaka menginginkan agar semua barang milik rakyat yang berbau asing segera dirampas tanpa ganti rugi karena dengan cara itu Tan Malaka merasa bahwa perjuangan revolusioner akan memperoleh dukungan massa yang lebih besar. Sedangkan Sjahrir merasa bila cara ini dilakukan maka Amerika dan Inggris akan mendukung Belanda, serta menghancurkan Republik Indonesia.
Kegagalan strategi-strategi yang dilakukan oleh Tan Malaka ini membuat dia semakin bersikap radikal. Pada tanggal 09 November Tan Malaka beserta kerabat-kerabatnya mengunjungi Soekarno-Hatta untuk mendesak mereka agar mengundurkan diri. Satu hal yang disadari oleh Tan Malaka mengenai Sjahrir adalah terbatasnya ruang gerak yang akan dilakukan oleh Sjahrir dan para pemimpin lainnya karena mereka terikat kepada ketaatan akan status quo politik. Kelemahan dari Sjahrir sendiri adalah tidak dapatnya membedakan antara para kolaborator yang memang melakukan kerjasama untuk pencapaian kemerdekaan dengan para kolaborator yang melakukan kerjasama hanya untuk kepentingan pribadinya sendiri. Hal ini jelas membawa angin segar kepada Tan Malaka karena dengan keadaan ini memungkinkan Tan Malaka untuk memanfaatkan kedua kelompok itu, termasuk Soekarno dan Hatta.
Permasalahan yang semakin berat pun dihadapi oleh Sjahrir dan para pemimpin yang berada dalam pihaknya. Keadaan yang dilematis dihadapi oleh mereka, bagaimana mereka dapat terus mendukung Soekarno dan Hatta sambil memenuhi makin besarnya gerakan anti kolaborator yang menuntut agar Tan Malaka jangan sampai berkuasa. Penyelesaiannya diumumkan oleh Badan Pekerja pada tanggal 11 November dan nyatanya memang sesuai dengan tujuan Subadio-Mangunsarkoro-Soekarni yang telah dicetuskan sebelumnya. Caranya yaitu menginginkan adanya suatu perubahan dasar dalam sistem pemerintahan republik Indonesia, misalnya kabinet bertanggungjawab kepada Parlemen (KNIP), pada saat terjadi sidang antar KNIP Badan Pekerja akan bertindak sebagai wakil parlemen dan kabinet bertanggungjawab padanya. Soekarno dengan cepat menangkap kenyataan situasi politik ini dan dengan segera menyetujui usulan tersebut. Soekarno mengajukan Sjahrir sebagai Perdana Mentri dan Sjahrir menerima jabatan ini dengan syarat dia mempunyai kebebasan untuk memilih anggota kabinetnya. Tanggal 14 November Sjahrir membentuk kabinet barunya yang sebagian besar anggotanya merupakan para pengikutnya dan para pejabat non-politikus. Pembentukan kabinet baru ini tentunya memberikan luka kepada anggota kabinet yang dibentuk oleh Soekarno. Sebagian besar yang terkena dampak dari aksi pembersihan kolaboratornya Sjahrir adalah para pejabat dari PNI dan Masjumi. PNI pun melakukan serangan balasan terhadap serangan Sjahrir dengan cara mengerahkan orang-orang yang mendukung partainya untuk menolak kebijakan-kebijakan Sjahrir. Selain para pejabat kaum militer pun merasa bahwa mereka menjadi sasaran serangan Sjahrir karena pendidikan militer mereka banyak diperoleh dari pelatihan orang-orang Jepang.
Serangan balasan dan kritikan yang pedas terhadap kabinet Sjahrir semakin besar. Oposisi terhadap pemerintahan pun semakin besar pula karena adanya koalisi dari para pejabat kabinet yang dibubarkan dengan kelompok Tan Malaka. Melihat kondisi yang semakin parah pada tanggal 19 November Sjahrifudin mengumumkan bahwa kabinet itu memutuskan untuk mengadakan sidang KNIP. Sidang dilakukan dari tanggal 25-27 November dan hasilnya adalah Sjahrir dan kabinetnya memperoleh suara kepercayaan terbanyak dan dalam sidang itu setuju bahwa kabinet bertanggungjawab kepada KNIP dan Badan Pekerja sebagai perwakilannya.
Keanggotaan Badan Pekerja mulai diperluas oleh KNIP dimana yang tadinya berjumlah 15 orang menjadi 25 orang. Secara umum KNIP menuntut agar pemuda pedjuang, petani dan buruh kota diberi suatu perwakilan luas dalam Badan Pekerja dan gagasan ini lalu dilaksanakan. Afilasi politik dari 25 orang kenggotaan Badan Pekerja adalah PNI 10 anggota, Partai Sosialis 5, Masjumi 4, Partai Kristen 1, Pemuda Puteri Indonesia (PPI) 1 dan non partai 4.
Dikuasainya kabinet oleh kelompok Sjahrir dan dukungan dari mayoritas anggota KNIP dan Badan Pekerja semakin mempersulit posisi Tan Malaka sebagai kaum oposisi. Kondisi ini semakin diperparah karena pada bulan Januari 1946 akan dilaksanakan pemilihan umum, yang akan mempertegas kekuasaan mereka dan hampir pasti akan menunjukkan dukungan massa yang melimpah terhadap Soekarno. Untuk membina organisasi oposisinya Tan Malaka berpegang pada tiga sumber dukungan yaitu:
• Pertama, Martabatnya sendiri dan daya tarik program yang dicetuskannya.
• Kedua, Perasaan anti Sjahrir yang juga dikalangan banyak politikus dan perwira militer yang berkerjasama dengan Jepang, termasuk para kabinet yang dibubarkan dan para pemimpin militer yang pernah bekerja dibawah Jepang.
• Ketiga, gelombang pasang nasionalisme yang menyebabkan banyak orang tidak mudah menyetujui sikap perundingan dalam bentuk apapun saja dengan Belanda, selama pasukan mereka masih bercokol dibumi Indonesia, lebih-lebih jika pasukan mereka terus bertambah.
Melalui kekuatan-kekuatan diatas Tan Malaka beserta wakilnya berusaha membentuk suatu organisasi yang besar untuk menyaingi dan akhirnya mengganti pemerintahan yang ada sebagai pemimpin revolusi Indonesia. Mereka bergerak melalui gerakan massa yang disebut Persatoean Perdjuangan. Tidak lama kemudian organisasi ini melakukan suatu rapat di Purwekerto pada tanggal 4 dan 5 Januari 1946. Dalam perundingan ini Tan Malaka menyerukan pemantapan solidaritas politik monolitik selama perjuangan kemerdekaan, dihapuskannya perpecahan dalam bidang politik dan menuntut agar semua perundingan yang baru dimulai dengan Belanda dibatalkan serta semua milik asing direbut.
Perkembangan Persatoean Perdjuangan semakin pesat selama sebulan mereka berhasil merangkul 141 oraganisasi termasuk semua partai politik dan organisasi militer. Dukungan yang besar mengalir pula dari Jenderal Sudirman, panglima TRI, Partai Sosialis, dan Pesindo bahkan Badan Pekerja sendiri menyetujui sikap Persatoean Perdjuangan ini dan menganjurkan anggotanya untuk masuk organisasi ini. Pada bulan Febuari tujuan sebenarnya dari organisasi ini mulai nampak, orang-orang yang memahami kondisi ini mulai keluar dari organisasi ini. Tujuannya semakin jelas bahwa tujuan jangka pendek pemimpin tertinggi organisasi ini adalah menjatuhkan kabinet Sjahrir partai sosial dan pesindo keluar dari organisasi ini.
Mulai dari resolusi kongres PNI pada tanggal 29-31 Januari 1946 dan kabinet ditingkatkan sesuai dengan apa yang mereka anggap benar-benar merupakan keseimbangan antara kekuatan-kekuatan politik yang ada. Pada tanggal 26 Febuari Badan Pekerja mengundurkan diri namun KNIP tidak menyetujuinya. Karena tidak dapat mengubah susunan KNIP dan Badan Pekerja, para pemimpin Persatoean Perdjuangan menekankan tuntutan utama mereka agar kabinet Sjahrir dibubarkan dan diganti dengan suatu kabinet berdasarkan pilihan dan bersifat nasional yang dapat mereka kuasai. Tekanan yang dilakukan oleh Persatoean Perdjuangan mendapatkan dukungan luas dan diterima banyak orang, tentu hal ini tidak dapat diabaikan begitu saja oleh KNIP dan Soekarno. Pada tanggal 28 Febuari Sjahrir melakukan tindakan yang mengejutkan para pemimpin Persatoean Perdjuangan, dia mengundurkan diri sebagai Perdana Mentri kepada Soekarno. Tan Malaka dan para pemimpin Persatoean Pedjuang lainnya seolah-olah telah menang dan berhasil menggulingkan kabinet Sjahrir. Akhirnya Soekarno menyarankan agar dibuat kabinet baru, dari sini terlihat lemahnya anggota koalisi Persatoean Perdjuangan, karena Persatoean Perdjuangan ini terdiri dari berbgai partai dengan aliran yang berbeda-beda membuat terjadi ketidakcocokan diantara mereka. Sebenarnya banyaknya partai yang berkoalisi dengan Persatuan Perdjuangan ini tidak semerta-merta menginginkan kabinet yang dibentuk oleh Tan Malaka berserta kelompoknya ternasuk didalamnya adalah Jenderal Sudirman.
Mandat pembentukan kabinet yang diberikan oleh Soekarno kepada Persatoean Perdjuangan ternyata tidak dapat terlaksana, akhirnya dengan bebas Soekarno dapat meminta Sjahrir untuk membentuk kabinet baru. KNIP yang pada waktu itu sedang bersidang menyetujui tindakan yang dilakukan oleh Soekarno. Pada pembentukan kabinet yang baru ini unsur kelompok Sjahrir masih mendominasi dan KNIP memberikan mandat legislatif yang jelas kepada kabinet. Dengan ini KNIP tidak meninggalkan Badan Pekerja dan hasilnya sebagai badan legislatif kabinet punya kedudukan yang kira-kira sama dengan Badan Pekerja. Mandat tersebut meliputi:
• Mengadakan perundingan dengan para penguasa Belanda atas dasar pengakuan kedaulatan Republik Indonesia.
• Menyiapkan pembela bagi Republik Indonesia.
• Menyusun suatu dasar demokratis untuk pemerintah pusat dan pemerintah tingkat propinsi.
• Menyelenggarakan pengadaan produksi secara maksimum dan membagi barang-barang secara adil.
• Menjalankan perkebunan dan industri-industri penting dangan pengawasan pemerintah.
Para pemimpin Persatoean Perdjuangan dan kaum oposisi lainnya merasa tidak puas dengan kabinet baru ini beserta programnya dan mempertegas keinginan mereka untuk mengambil alih semuanya. Mereka segera melakukan rapat besar di Madiun, pemerintah pun menanggapi tantangan ini, dimana pada tanggal 17 Maret pasukan pemerintah di Madiun menangkap dan mempenjarakan Tan Malaka, Abikusno Tjokrosujoso, Chairul Saleh, Sukarni, Suprapto, Muhammad Yamin dan Wondoamiseno. Tokoh-tokoh tersebut merupakan para pemimpin Persatoean Perdjuangan, oleh sebab itu Persatoean Perdjuangan di Jawa mengalami kemunduran tapi masih dapat berkembang di daerah Sumatra.
Saat ini, Revolusi Sosial merambat ke wilayah pantai Sumatra Barat ( Tapanuli dan Minangkabau ). Namun bentrokan-bentrokan social di sana lebih sedikit-manifestasinya lebih moderat. Sebab utamanya adalah karena digantinya sejumlah kepala desa. Begitupun di Jawa, banyak para pemimpin yang kehilangan kekuasaannya karena revolusi social tersebut. Di daerah Sumatera Timur pun, banyak para pemimpin yang menggabungkan diri dengan sesamanya, membentuk suatu persatuan bersenjata yang besar dengan tujuan yang sama. Mereka menghimpun kekuatan besar, dan segera menyerang Republik setempat dan mendirikan PP sendiri dan melakukan suatu perubahan. Sama hal nya dengan apa yang terjadi di Sumatra Barat, dan Jawa.
Terdengar suatu kabar bahwa pada tanggal 23 Maret 1946 diadakan suatu rapat besar yang dihadiri oleh wakil dari 34 organisasi politik, militer, termasuk TRI. Mereka menegaskan bahwa membela integritas negara melawan tipu muslihat dari luar. Banyak pula di antara mereka yang meolak kebijakan Sjahrir dalam perundingan dengan Belanda. Mereka takut kemerdekaan Indonesia terancam. Pemerintah merespon dengan cepat, Amir Sarifudin membentuk suatu tim khusus yang bertujuan untuk menegakan kembali kekuasaan Gubernur setempat yang telah hilang akibat Revolusi Sosial tersebut. Mereka bergerak ke Medan dan Bukit Tinggi sebagai Ibu Kota Keresidenan di sana. Tujuan mereka pun berhasil, kekuasaan para Gubernur dapat kembali walaupun tidak secara absolute, namun mereka sudah mulai dapat mengembalikan kepercayaan rakyat di sana.
Dengan tujuan memperkuat kekuasaan Republik di Sumatera, Amir Sjarifudin mengorganisir KNI Sumatera. Dalam rapat KNI yang pertama, Amir menegaskan untuk memerintahkan membentik suatu system komunikasi dan jaringan kerja KNI Sumatera seperti apa yang telah ada di Jawa. KNI di Sumatera tersebut tetap patuh pada KNIP yang ada di Jawa. Walaupun Sumatera masih sangat otonom, namun misi Amir berhasil. Ia berhasil membuat Sumatera lebih dekat padfa Republik di bandingkan sebelumnya, dan hal ini sangatlah penting di dalam masa genting seperti itu untuk menjaga kedaulatan Bangsa Indonesia yang baru saja lahir.
Sementara tiu, walaupun banyak kehilangan para pemmpin PP, namun PP di Jawa tetap kuat. Hal ini dikarenakan adanya semangat kesatuan yang kuat, dimana cabinet diwajibkan kompak untuk memperkuat kedaulatan Bangsa pada masa itu. Namun pihak yag kontrab dengan kebijakan pemerintah tetap bergerak, seperti PP yang dipimpin oleh Tan Malaka yang menuntutrasionalisasi Industri dan perkebunan-perkebunan. Bahkan tuntutan tersebut sudah mulai merakyat dan meluas, tuntutan mereka harus dipenuhi oleh pemerintah walaupun hanya sebagian. Mereka terus memberikan dukungan politik terhadap pihak yang menginginkan turun nya kekuasaan politik pemerintah. Hal ini memang dapat dilihat di dua sisi, di satu sisi PP tersebut menginginkan kesejahteraan rakyat lebih dipentingkan, namun apabila kita lihat lebih mendalam, PP tersebut lebih menggunakan alasan ini untuk mendapatkan du7kungan rakyat sehingga mereka bisa melemahkan kekuatan pemerintah dan mengambil kekuasaan. Dan di dalam masa yang genting seperti itu, saya kira sangat tidak panta sebuah PP melakukam maneuver politik seperti itu. Pemerintah mengambil jalan tengah dengan mendirikan suatu koalisi politik baru, yaitu Konsentrasi Nasional. Dengan begitu, kekuatan PP yang kontra dengan pemerintahpun melemah dukungannya dan tidak dapat berbicara banyak di parlemen. Namun kekuatan mereka tetap patut di waspadai, karena PP tersebut mendapatkab dukungan dari PNI, penikut Tan Malaka, bahkan dari beberapa petinggi TRI dan beberapa organisasi bersenjata. Dengan alasan tersendiri, mereka melakukan kampanye untuk menggulingkan Kabinet yang di pimpin Sjahrir. Sjahrir dan Amir Sjarifudin pun melakukan manuver dengan cara meyakinkan kepercayaan para pasukan tidak tetap, dan memasukan merka padapasukan tetap dan membrikan pangkat yang tinggi para pemimpinnya. Selain itu, mereka membentuk suatu divisi angkatan bersenjata yang baru dengan maksud adanya suatu angkatan bersenjata yang bersih dari pengaruh kampanye tersebut agar dapat menguatkan posisi mereka di cabinet.
Pada 28 April, PNI di Surakarta bersatu dengan PP dan orang-orang yang kontra dengan pemerintah menggulingkan kekuasaan politik pemerintah di Surakarta. Sukarno pun mengumumkan bahwa Surakarta dalam keadaan perang. Dan hari berikutnya diperluas hingga seluruh Jawa dan Madura. Namun di dalam pemerintahan pun terdapat banyak perpecahan, dan orang-orang di dalam pemerintahanpun mengerti bahwa sebentar lagi akan terjadi perebutan kekuasaan dalam beberapa versi.
Dan itu benar, Sjahrir pun diculik oleh orang-orang yang tak dikenal. Rapat daruratpun diadakan, mengantikan kekuasaan Sahrir dan melimpahkannya kepada Presiden Sukarno, dan cabinet bertanggung jawab kepada Presiden. Walaupun pada awalnya PP yang kontra dengan pemerintah hanya menginginkan menggulingkan Sjahrir, namun mereka memutuskan untuk bertidak lebih jauh dan merebut kekuasaan dari tangah Sukarno. Dan di Jogjakarta, kedua belah pihak melakukan pertemuan dan membahas secara bersam keinginan mereka. PP menginginkan cabinet Sjahrir diganti oleh Dewan Politik Tertinggi yang di ketuai Tan Malaka, dan Sukarno menyerahkan kekuasaan pada Jendral Sudirman, Namun Sudirman sendiri pada saat seperti ini masih belum memperlihatkan kedekatannya dengan siap, baik pada pemerintah atau pada Tan Malaka.
Para pemimpin PP menginginkan perebutan kekuasaan secepatnya dengan kudeta tiba-tiba. Namun keinginan ini dilemahkan dengan adanya musuh bersama, yaitu Belanda, sehingga para petinggi Militer tidak menginginkan adanya suatu perang saudara. Akhirnya Sukarno membujuk Sudirman untuk membelanya dan mendukung cabinet Sjahrir, Sudirman pun bersedia namun ia meminta agar posisinya yang sudah kuat lebih diperkuat lagi dengan beberapa alasan. Setelah itu pemerintah membubarkan PP yang kontra dengan pemerintah dan menangkap para pemimpinnya. Keseimbangan Republik pun kembali dapat dijaga.
Hanya, pada masa-masa itu, Mayor Jendral Sudarsono membebaskan para petinggi PP yang telah di tangkap sebelumnya. Sudirman memerintahkan satu unit TRI untuk membebaskan dua belas pemimpin PP yang sebelumnya telah di tangkap dan di penjara tanpa peradilan oleh pemerintah. Dan setelah ke dua belas pemimpi itu di bebaskan, maka sebenarnya kekuatan PP kembali kuat, dan mereka pun kembali merencanakan suatu gerakan untuk melemahkan pemerintah. Segera, Sjahrir bersama dua rekan nya di culik dan menghilang. Kuat dugaan bahwa aksi penculikan di dalangi oleh Tan Malak dkk yang memang berniat menggulingkan Sjahrir dari kebinet karena tidak sepaham dengan keputusunnya.
Segera rapat di adakan pemerintah dengan hasilnya untuk sementara seluruh perintah berada di Tangan Presiden Soekarno dan seluruh instansi bertanggung jawab langsung kepadanya. Meskipun kebanyakan pada pendukung PP hanya ingin menggulingkan Sjahrir, namun merekapun menginginkan kekuasan sepenuhnya, dalam arti ingin menggullingkan Soekarno dan menggantinya dengan calon mereka, yaitu Sudirman. Dan mereka pun menuntut pembubaran cabinet Sjahrir dan menggantinya dengan “ Dewan Politik Tertinggi “ yang akan di kepalai oleh Tan Malaka. Mendengar kabar ini, Soekarno langsung memanggil Sudirman dan berbicara langgsung dengan nya terkait masalah ini. Soekarno kembali membujuk Sudirman agar tetap setia padanya dan mendukung Kabinet yang di bentuknya. Segera setelah itu Sudirman pun setuju pada semua usulan Soekarno, dengan satu syarat. Sudirman menginginkan posisinya di perkuat, walaupun sebenarnya posisi nya telah sangat kuat. Dan oleh itu, gerakan yang di rencanakan ole Tan Malaka pun gagal, dikarenakan Sudirman telah membelot kembali pada Soekarno dan menyatakan kesetiaannya.



• Perjanjian Linggajati
Pada akhir bulan November orang Inggris mengirimkan surat kepada Belanda, bahwa pasukan Inggris akan mulai ditarik mundur dan mendesak Belanda untuk mengadakan suatu persetujuan dengan Republik. Desakan ini didukung oleh unsur-unsur progresif Belanda yang bersedia membuat kontrak-kontrak nyata yang sesuai dengan segi pandangan republik ini, memberika kemungkinan kepada komisi Jendral Belanda di Indonesia, yang diketuai oleh Willem Schermerhon, pemimpin partai buruh Nederland, merintis apa yang dipertimbangkan sebagai suatu penyelesaian akhir antara negeri Belanda dengan republik. Yang dikenal sebagai “perjanjian Linggarjati”, penyelesaian ini menetapkan prinsip-prinsip persetujuan yang luas dengan perincian pelaksanaan khususyang akan dikerjakan sedikit demi sedikit.
Charles Wolf Jr. Telah berhasil meru,uskan ketetapan-ketetapan persetujuan Linggar jati secar singkat sebagai berikut :
1. Pemerintah Belanda mengakui kekuasaan de Facto Republik Indonesia atas Jawa, Madura, dan Sumatra.
2. Pemerintah Indonesia dan Belanda bersama-sama akan membentuk suatu negara demokrasi federal yang berdaulat, yaitu Republik Indonesia Serikat, terdiri dari tiga negara bagian, yaitu: Republik Indonesia (meliputi Jawa dan Sumatra), negara bagian Kelimantan, dan negara Indonesia Timur (meliputi semua wilayah Indonesia lainnya, yaitu wilayah-wilayah yang dulu termasuk dalam Negara Hindia Timur Belanda, terbentang dari Jawa Timur sampai dengan Kalimantan Timur dan Kalimantan tenggara).
3. Pemerintah Indonesia dan belanda akan bekerja sama membentuk suatu Uni Indonesia-Belanda, terdiri dari Negeri belanda (meliputi Negeri belanda, Suriname, Curacao), dan Republik Indonesia Serikat. Uni itu akan diketuai oleh Ratu Belanda.
4. Uni Indonesia-Belanda dan republik Indonesia Serikat akan dibentuk sebelum tanggal 1 Januari 1949 dan Uni tersebut akan menentukan sendiri badan-badan perwakilannya untuk mengatuir masalah-masalah kepentingan bersama dinegara-negara anggota, terutama masalah luar negeri, pertahanaan serta kebijakan keuangan dan ekonomi tertentu.
5. Akhirnya perjanjian ini menjamin bahwa kedua belah pihak akan mengurangi kekuatan pasukan masing-masing dan wilayah Indonesia, tetapi secepatnya dan konsisten dengan manjaga hukum dan ketertiban , serta menjamin kedaulatan Republik atas semua tuntutan bangsa-bangsa asing untuk memperoleh ganti rugi dan mengelola hak-hak serta milik-milik mereka didalam wilayah-wilayah Republik.
Wolf mencatat bahwa “menurut persetujuan itu, Republik Indonesia Serikat akan merupakan negara demokratis yang berdaulat dan menjadi sekutu sederajat dengan kerajaan Belanda, bukan sebagai sekutu negeri Belanda di dalam kerajaan itu seperti usul Belanda”. Wolf mengamati bahwa “dari sudut pandang politik murni, agaknya Negeri belanda harus membuat kontrak-kontrak yang lebih besar lagi”. Bagaimnapun juga persetujuan tersebut melindungi modal-modal besar dibidang ekonomi yang ditanam negeri Belandadi Hindia dan meliputi beberapa perlengkapan politik yang tampaknya penting bagi Belnada, misalnya paling tidak masih membuat Indonesia secar simbolis berada dibawah mahkota Belnada (hanyadengan menjadikanya sebagai sekutu derajat dalam Uni Indonesia-Belanda), dan mmebuat organisasi Indonesia tetap merupakan federasi, dengan republik itu sebagai suatu unsur pokokdari paling tidak tiga negara bagian, dan setiap teritorial punya hak bila ingin “memutuskan secara demokratis” dengan negeri belnada dan tidak membentuk hubungan tersebut bersama-sama dengan negara Indonesia Serikat.
Menurut Wolf, persetujuan itu mempunyai dua kelemahan poko, persetujuantersebut mnginginkan kerja sama antara negeri Belanda dan Republik kearah pembentukan Republik Indonesia Serikat dan Uni Indonesia Belanda, kerja sama dalam menguasai kekuatan-kekuatan militer dala mengarur-ngatur masalah-masalah ekonomi. Intinya adalah kerjasama antar kedua belah pihak, dan bila kerja sama ini tidak berkembang, hampir semua keputusan persetujuan itu tidak dapat dilaksanakan. Sayangnya, seperti yang disebutkan Wolf, “masih ada banyak unsur kuat pada kedua belah pihak yang belum siap untuk kerjasama semacam itu, terutama karen akeduanya kurang yakin apakah pihak yang lain itu jujur dan dapat dipercaya”. Persoalan kedu, persetujuan itu menetapkan suatu federasi republik Indonesia Serikat yang akan terdiri dari tiga negara bagian yang semi otonom, yaitu negara Indonesia Timur, kalimantan, dan republik itu sendiri.
Secara tertulis itu menunjukan persamaan wilayah yang tidak bisa, dan tidak akan sama secara ekonomis, politik maupun kebudayaan. Meskipun segera jelas bahwa keputusan-keputusan yang termaktub dalam persetujuan itu dapat menimbulkan konflik interpretasi, banyak orang merasa bahwa hal ini mungkin akan dapat diselesaikan secara damai karena keputusan itu bersifat sementara, yaitu bahwa kedua negara “untuk sementara waktu akan menyelesaikan setiap masalah yang mungkintimbul dari persetujuan ini”.
Adalah penting intuk dicatat bahwa pemerintah belanda secara de Facto mengakui kekuasaan republik Indonesia atas jawa, Madura dan Sumatra, disetujui oleh komisi Jendral belanda, tanpa dihadiri anggotanya yang keempat, yaitu dr. Hubertus Van Mook, letnan Gubernur NEI. Mungkin keduanya tidak menyetujui keputusan-keputusan tersebut.
Meskipun persetujuan linggarjati menginginkan pembentukan suatu sisitem federasi, dan jelas ditentukan bahwa ini akan merupakan hasil kerjasama antara Belanda dan Republik. Van Mook mengadakan tindakan sepihak untuk menciptakan suatu sistem federasi yangs sesuai dengan garis-garis yang cocok dengan dirinya. Van Mook mengadakan suatukonferensi pada tanggal 18 Desember 1946 di denpasar, Bali. Umtuk memulai satu pembentukan sistem dengan membangaun suatu negara bagian yang menjadi unsur utama, yaitu republik Indonesia Timur. Dan negara bagian ini secara efektif akan dikontrol dari Batavia oleh pemikiran sepunuhnya dianggap sebagai boneka-boneka. Sehingga banyak orang indonesia, terutama pendukung nasjumi, PNI dan Tan Malaka mempermasalahkan sejumlah pasal pada pasal VI-VIII, dan XVI
Yang menentang benteng republik dan berdiri dibelakang kebijakan Linggarjati pemerintah adalah sayap kiri, suatu koalisi terdiri partai sosialis, partai buruh , Pesindo, PKI. Dan diduga desember adalah masuiknya partai-partai tersebut masuk kedalam KNIP. Jadi, ketetapan Presiden tanggal 29 Desember, untuk menaikan keanggotaan KNIP denagn 250 persen, oleh para pemimpin Benteng Republik ditafsirkan sebagai suatu cara untuk menjamin retifikasi Linggajati.
Ketetapan tersebut menghendaki agar ekanggotaan KNIP ditingkatkan dari 200 menjadi 514 orang, 93 orang mewakili partai-partai politik, 40 mewakili petani, 40 mewakili buruh, 78 untuk wilayah-wilayah luar Jawa dan Madura, dan lima orang wakil minorotas etnis, 121 anggota selebihnya dipilih aras dasar kedudukan sosialnya secara umum atau sebagai wakil dari parati-partai kecil dan organisasi bersenjata yang tidak tetap.
Jika dalam KNIP lama, PNI mempunyai 45 kursi dari 200 kursi yang ada, atau 22,5 persen, dalam KNIP yang baru menurut proyeksi keputusan Presiden, PNI mempunyai jumlah yang sama dari 514 kursi yang bakal ada atau hanya 8,8 persen. Sehingga para pemimpin PNI tidak puas terhadap keputusan itu. Masjumi pun demikian, meskipun meningkat dari jumlah anggota KNIP yang lama dari 35 menjadi 60 kursi, namun ini tidak sesuai dengan penaikan jumlah anggota KNIP yang banyak. Benteng Republik pun, memprotes hasil keanggotaan KNIP, walaupun jumlah anggotanya mereka pun naik dari 80 menjadi 129, semua ketidak setujuan mereka beralasan karena parati-partai sayap kiri mendapatkan jumlah kursi sebanyak 105 kursi.
Pada tanggal 6 Januari 1947, Badan pekerja menyelenggarkan rapat atas ketetapan presiden tersebut, para anggota PNI dan Masjumi jelas sekali menentang ketetapan etrsebut, dan tanggal 17 Januari kabinet mengumumkan bahwa ketetapan presiden tidak bisa dipaksakan jika tanpa persetujuan badan pekerja. Memang ketetapan ini menimbulkan sikap presiden yang sewenang-wenang karena keputusan ini tidak dibicarakan terlebih dahulu dengan dewan perwakilan, ada interim, KNIP, dan Badan pekerja. Sehingga dalam dalam sidang badan Pekerja di Malang, terjadi percekcokan antara Badan Pekerja dengan Soekarno, lalu moh, Hatta pun ikut menyampaikan pidato singkat dan mengancam, bila KNIP tidak mendukung keputusan presiden Soekarno, maka ia sendiri akan mengundurkan diri dan jalan keluarnya adalah KNIP dibubarkan. Dan mau tidak mau maka badan pekerja menjadi pendukung atas ketetapan tersebut.
Akhirnay apad tanggal 2 Maret 1947, orang-orang pilihan baru disumpah sebagai anggota KNIP. Badan Pekerja lama digantikan dan dan diadakan pemilihan anggota Badan Pekrja yang baru oleh KNIP baru pula. sehingga dengan demikian maka kabinet meretifikasi perjanjian Linggajati , yangs ecara resmi ditandatangani pada tanggal 25 Maret.
Namun ternyata setelah penandatanganan perjanbjian tersebut, sebenarnya diantara kedua belah pihak terjadi perbedaan penafsiran mengenai bentuk Kerjasama dan konsep Federasi itu sendiri. Karenaya disuatu sisi, Belanda menganggap bahwa Belanda menduga bahwa kerjasama denga republik itu adalahj arti kelanjutan kepemimpinna Belanda dan tanggung jawab tunggal sebelum ada RIS. Sedangkan republik sendiri beranggapan bahwa tanggung jawab bersama arti itu mengandung tanggung jawab bersamadan saling berkonsultasidalam mendirikan federasi.
Masalah ketidaksetujuan antara Belanda dan indonesia tidak hanya ada tapi berlangsung begitu cepat, tuntutan-tuntutan dan serangan-serangan kekerasan terhadap persetujuan itu meningkat. Pada tanggal 27 Mei 1947, perwakilan pemerintaha Belanda di Indonesia , menmyerahkan suatu Kultimatum yang berisi sebagai pilihan antara kapitulasi Belanda atau Perang mati-matian. Ultimatum ini mengharapkan kedaulatan Belanda secar de Jure atas Indonsia hingga tanggal 1 Januari 1949. Dan sebelum tanggal itu, Indonesia akan diperintah oleh wakil mahkota Belanda. Sehingga akan dibentuk pemerintaha darurat Indonesia dan akan dibentuk suatu pasukan darurat pula yang terdiri dari pasukan Indonesia dan Belanda. Jadi, secara kategori, Belanda menolak memenuhi ketentuan. Persetujuan Linggajati yang berubahubah itu, dan Van Mook menjelaskan jika tidak menyetujui ultimatum itu dapatberarti Perang.
Pada tanggal 8 Juni, Sjahrir menerima Prinsip pemerintahan Belanda tersebut dan menyetujui “kedudukan khusus” perwakilan tahta Belanda secara de jure selama pemerintahan darurat tersebut. Namun keputusan Sjahrir tersebut ditentang oleh pemimpin tingkat tinggi sayap kiri seprti Abdulmadjid, Sjarifudin, Tan Ling Djie, Wikana dll. Dan hampir semua partai besar menarik dukungan terhadap Sjahrir kecuali Masjumi. Namun dikarenakan semua partai sosialis serta anggota partai Masjumi pun menentang keras konsensi-konsensi yang dibuat Sjahrir, maka pada tanggal 27 Juni 1947 Sjhrir menyatakan mengundurkan diri kepada Soekarno.
Dan ternyata setelah 19 jam pengunduran Sjahrir dari kursi perdana Menteri, terjadi kekacauan di jakarta dan di Yogyakarta, dan hal itu sangat dirasakan oleh pemimpin sayap kiri, maka mereka mengubah kedudukan dan menyetujui konsesi-konsesi Sjahrir dan memintanya agar kembali memegang jabatan perdana menteri, Soekarno pun ikut mendesak Sjahrir, namun hal itu ditolak Sjahrir. Melihat situasi yang semakin gawat maka Soekarno mengumumkan keadaan gawat, dan pada hari berikutnya Badan Pekerja meratifikasi ketetapan dan ini dijadikan undang-undang, dan ia meminta para anggota kabinet Sjahrir tetap bertugas dan membentuk kabinet baru dan ia mengambil alih tugas perundingan-perundingan dengan Belanda.
Pada tanggal 30 Juni, Soekarno menyerukan untuk membentuk suatu Koalisi dari keempat partai besar yakni: Masjumi, PNI, Sosialis dan Buruh, sehingga darisana terbentuklah kabinet Sjarifudin pada tanggal 3 Juli yangmerupakan pecahan Masjumi, dan PSII.
Meskipun kontrak-kontrak kepada tuntutan-tuntutan Belanda oleh akbinet Sjarifudin dilanjutkan lebih jauh daripada yang dilakukan oelh Sjahrir dan Soekarno, Namun Belanda tidak merasa puas. Mereka terus menuntut untuk berkuasadan berusaha menguasai pasukan etntara yang bertugas didalam negeri, Sjarifudin berusaha menentang dan terus menolak mengabulkan tuntutan-tuntutan tersebut dan berusaha bertahan, sehingga Van Mook mengusulkan kepada perdana menteri belanda Beel, untuk memulai melakukan serangan besar-besaran untuk menghancurkan Republik Indonesia, sehingga besoknya datanglah pasukan udara yang menyebarkedaratan sekitar Jawa dan Sumatra. Sehingga dari sanalah awal Belanda menggunakan kekuatan Militer untuk menghancurkan Republik Indonesia yang kita kenal sebagai Agresi Militer Belanda yang pertama.

2 komentar:









  1. Apakah anda termasuk dalam kategori di bawah ini !!!!


    1"Dikejar-kejar hutang

    2"Selaluh kalah dalam bermain togel

    3"Barang berharga anda udah habis terjual Buat judi togel


    4"Anda udah kem***-m*** tapi tidak menghasilkan solusi yg tepat


    5"Udah banyak Dukun togel yang kamu tempati minta angka jitunya
    tapi tidak ada satupun yang berhasil..







    Solusi yang tepat jangan anda putus asah... KI JAYA WARSITO akan membantu
    anda semua dengan Angka ritual/GHOIB:
    butuh angka togel 2D ,4D, 6D SGP / HKG / MALAYSIA / TOTO MAGNUM / dijamin
    100% jebol
    Apabila ada waktu
    silahkan Hub: KI JAYA WARSITO DI NO: [[[085-342-064-735]]]


    ANGKA RITUAL: TOTO/MAGNUM 4D/5D/6D


    ANGKA RITUAL: HONGKONG 2D/3D/4D/



    ANGKA RITUAL; KUDA LARI 2D/3D/4D/



    ANGKA RITUAL; SINGAPUR 2D/3D/4D/



    ANGKA RITUAL; TAIWAN,THAILAND



    ANGKA RITUAL: SIDNEY 2D/3D/4D
    DAN PESUGIHAN TUYUL

    BalasHapus